Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 08 November 2018

Demen Gratisan Kok Bangga, Situ Waras??



Prihatin dengan mental pengeluh,berharap di kasihani, berharap di beri. Itu yang membuat saya menguat-kuatkan diri menulis cerita nyata, tentu dengan bahasa saya

Sudah 20 tahun saya berteman dengan Mang Kumprung (bukan nama sebenarnya). Dia adalah penjual noodle terlaris disini,persis di sebelah lapak dagangan saya. Saking larisnya, orang jarang yang tahu nama jalan tempat kami berjualan, tapi akan paham jika di sebutkan "BERKAS RAYA" (BRAND DAGANGAN BELIAU,SAYA SAMARKAN).

Kami segenerasi, seumur, sampai anak kamipun seusia, dari SD sampai sekarang masuk perguruan tinggi, sehingga saya tahu persis dengan seluk beluk kehidupan dia dan keluarganya, begitupun sebaliknya. Orangnya ramah dan murah senyum, juga pinter (setidaknya itu anggapan saya, awalnya). Sangat teliti dan cermat mengatur keuangan. Saking cermatnya, 5 motor yang saat ini
dia miliki, di beli dengan kondisi second, "rugi beli motor baru, toh harganya akan terus menurun" Katanya. Pada poin itu saya setuju.

Saya ingat persis saat dia menemukan batu akik lalu menjualnya ke Pak Badar,4 tahun lalu. Seminggu kemudian Pak Badar curhat ke saya kalau batu yang dia beli dari Mang Kumprung itu imitasi, palsu. Dan ajaib saat curhat Pak Badar saya sampaikan ke Mang Kumprung, dia malah bilang "alhamdulillah untung sudah saya jual". Ya alloh, jual barang palsu dan ente bangga? tanya saya
bingung, dan makin bingung karena reaksinya malah tertawa.

Sampai disini saya beranggapan betapa makin membabi buta orang dalam mencari rejeki .Seorang polisi yang jujur mungkin dianggap BODOH oleh temanya yang korup karena tidak bisa menyulap kelalaian pengendara menjadi sejumlah uang .Seorang yang jago kungfu mungkin di anggap bodoh oleh preman kampung karena masih rela berjualan batagor untuk menafkahi keluarga dan orang tuanya  mengabaikan keahlianya untuk menindas dan memeras orang lain. Oke kembali ke cerita mang Kumprung ya ?

Beberapa bulan ini saya melihat wajahnya yang murung, tidak seperti biasanya. Usut punya usut ternyata beban anaknya yang sudah masuk kuliah, dianggap terlalu berat.

"Kok berat? bukanya ente sehat,usaha dan lancar?" tanya saya. "Bukan itu, saya sih masih bisa sebenarnya membiayai anak kuliah, tapi teman-temanya yang anak orang kaya,berangkat pake mobilpun dapat subsidi sehingga bayar persemester dapat keringanan, ah salah saya kenapa waktu itu saya tidak meng...," hanya sampai kata-kata itu saya bisa mendengarkan curhatanya, selebihnya
semua ucapanya saya tidak bisa mengingatnya, keburu kacau pikiran saya. Ternyata inti curhatnya bukanlah karena beliau tidak bisa mem-biayai anaknya kuliah, tapi karena tidak KEBAGIAN rejeki seperti orang lain yang berpura2 miskin sehingga dapat subsidi. "Ah mental gratisan" keluhku dalam hati.

"Berapa cicilan rentenir perbulan?" Tanya saya.
"3 Juta" Jawabnya.
"Biaya anak kuliah berapa perbulan"? Lanjut saya tanya
"750 rebu" Jawab dia lagi

Duh, untuk biang riba ente puluhan tahun rela keluarin jutaan, untuk investasi pendidikan 700 sebulan aja ngeluh, heloo..??


Apa boleh buat ahirnya sayapun sok bijak, sok pinter kasih sedikit nasihat:

Mang, sukuri kesehatan dan usahamu yang lancar. Jangan tergiur dengan orang lain. Be a strong!!, buang mental dan tampang memelasmu,buang tampang meminta-mintamu. Mereka yang kelihatan kaya dan makmur dengan cara licik itu anggaplah sampah. Ente masih kuat, teruslah berjualan, terus berjuang untuk anakmu, jangan berharap  bantuan orang, apalagi pemerintah, karena itulah nilai ente sebagai manusia.Kalau ente tidak bisa membuang mental meminta-mintamu, ente tidak ada bedanya dengan preman berseragam yang setelah minta dengan cara memaksa,malah bangga cerita ngalor ngidul "haha kuaing di palak" Lha minta kok bangga?" saya  nyerocos emosi.

"Kita itu entrepreneur, pengusaha! jangan mau disamakan dengan oknum polantas atau oknum ormas yang getol nyebar proposal. Banggalah ketika kita DIMINTA, bukan sebaliknya. Banggalah ketika bisa bayar uang semester sesuai ketentuan kampus, bukan malah menyesal tidak bisa berpura pura miskin. Jangan tergiur drngan nominal mang, tapi kejar keberkahan. Karena hidup tidak tidak harus berjalan seperti matematika- kadang-kadang 10 di kurangi sembilan hasilnya malah 100!!" Saya berapi-api berkata ini karena prihatin dengan mental meminta-minta yang ahirnya membudaya tapi tidak di sadari, bahkan menjadi kebanggaan dan gaya hidup.

Mang Kumprung tertunduk, entah paham atau tidak dengan bahasa saya yang rasa2nya kok berantakan hehe, kembali saya sok pinter dengan mengutip sabda Rasul yang susah payah saya hafalkan

ٍلَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْم

"Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain (mengemis) sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan
tidak ada sekerat daging pun di wajahnya.” (Muttafaq ‘Alaih)

مَنْ سَأَلَ اَلنَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا, فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا, فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ

“Barangsiapa meminta-minta harta orang untuk memperkaya diri, sebenarnya ia hanyalah meminta bara api. Oleh karenanya,
silahkan meminta sedikit atau banyak.” (HR. Muslim)

Masih berharap di beri??


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  ©Template by Dicas Blogger.